KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Keperawatan Maternitas : Askep Pada Bumil
Dengan Pre-Eklampsia Dan Eklampsia”.
Dalam penulisan makalah ini,
penulis banyak mengalami kesulitan karena masih dangkalnya pengetahuan penulis.
Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran
yang sifatnya membangun demi perbaikan untuk masa yang akan datang.
Akhirnya, dengan penuh harapan dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amiiin...
Kendari, Mei 2011
HARTO KAMBATON
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................
2
DAFTAR ISI .........................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
.......................................................................................
5
B.
Rumusan Masalah
.................................................................................
5
C.
Tujuan
...................................................................................................
6
D.
Manfaat ................................................................................................
6
BAB II PEMBAHASAN
I.
Konsep Ibu Hamil
................................................................................
7
A.
Konsep Kehamilan
........................................................................ 7
B.
Pembagian Kehamilan Dalam Triwulan
........................................ 7
C.
Tanda-tanda Kehamilan
............................................................... 7
D.
Diagnosa Banding
......................................................................... 8
E.
Perubahan Fisiologi Sistem Tubuh
............................................... 8
F.
Perubahan Fisiologi Kehamilan
.................................................... 11
II. Konsep
Preklamsi dan Eklamsi ...........................................................
13
A.
Pengertian Preeklamsi dan Eklamsi
............................................. 13
B.
Klasifikasi
.....................................................................................
14
C.
Manifestasi Klinik
........................................................................ 16
D.
Prognosis
.....................................................................................
17
E.
Etiologi
.........................................................................................
19
F.
Patofisiologi
.................................................................................
20
G.
Komplikasi
...................................................................................
23
H.
Penatalaksanaan
......................................................................... 24
III. Teori
Askep Bumil Dengan Preklamsi/Eklamsi ................................... 36
A.
Pengkajian
...................................................................................
36
B.
Diagnosa Keperawatan
............................................................... 39
C.
Intervensi Keperawatan
.............................................................. 39
D.
Evaluasi
.......................................................................................
41
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
..................................................................................
42
B.
Saran
...........................................................................................
42
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Angka
kematian ibu di indonesia masih cukup tinggi. salah satu penyebab utama tinggi
angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia/eklampsia. Pre-eklampsia sering
terjadi pada kehamilan terutama pada kehamilan pertama, kehamilan kembar dan
wanita yang berusia diatas usia 35 tahun. Selama kehamilan, tanda-tanda
pre-eklampsia ini harus dipantau terlebih pada wanita yang berisiko terjadi
pre-eklampsia pada kehamilannya ini. Tanda khas pre-eklampsia ini adalah
tekanan darah tinggi, ditemukan protein dalam urine dan oedema. Adapun
gejala-gejala yang juga harus diketahui yaitu kenaikan BB berlebihan, nyeri
kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika tanda-tanda tersebut
terlambat dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan paling berat ini akan
kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan sampai pada
kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati dan
pendarahan otak.
Usia sebagai salah satu faktor predisposisi
terjadinya pre-eklampsia dapat menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil
diatas usia 35 tahun mengakat 3 kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak
terdeteksi secara dini tentu kasus pre-eklampsia ini akan berubah menjadi
eklampsia yang harus mempunyai penanganan yang lebih khusus.
Untuk mengatasi salah satu penyebab tingginya
angka kematian ibu-ibu adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik dan tidak
boleh menganggap remeh jika menemukan salah satu tanda dari pre-eklampsia.
Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin
berat dan tidak segera ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan
janin, bahkan akan berakibatkan kematian ibu dan janin.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep ibu hamil?
2. Apa definisi dari pre-eklamsi dan eklamsi?
3. Apa saja klasifikasi preeklamsi dan eklamsi?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari preeklamsi
dan eklamsi?
5. Bagaimanakah prognosis preeklamsi dan eklamsi?
6. Bagaimana etiologi dari preeklamsi dan eklamsi?
7. Bagaimana patofisiologi preeklamsi dan eklamsi
(KDM dan Maternitas)?
8. Apa saja komplikasi dari preekelamsi dan
eklamsi?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan preeklamsi dan
eklamsi (Medis dan Keperawatan)?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada
preeklamsi dan eklamsi?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pada ibu hamil.
2. Untuk mengetahui konsep preeklamsi dan eklamsi.
3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan
pada preeklamsi dan eklamsi.
D.
Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah uuntuk
mengetahui dan memahami konsep ibu hamil, preeklamsi dan eklamsi serta askep
tentang preeklamsi dan eklamsi.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
KONSEP IBU HAMIL
A.
Konsep Kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung
dari hari pertama haid terakhir (Saifudin, 2006).
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra
uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba,
2008). Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan adanya pembuahan
(konsepsi), masa pembentukan bayi dalam rahim, dan diakhiri oleh lahirnya sang
bayi (Monika, 2009).
B.
Pembagian Kehamilan Dalam Triwulan
·
Triwulan
pertama dimulai dari konsepsi 0-12 minggu;
·
Triwulan
kedua dari 13-28/27 minggu;
·
Triwulan
ketiga dari 28/29-40 minggu;
C.
Tanda-Tanda Kehamilan
Tanda-tanda
kehamilan menurut Rustam (2005), meliputi :
1.
Tanda-tanda
presumtif (tidak pasti) :
·
Amenore
(tidak dapat haid);
·
Mual dan
muntah;
·
Mengidam;
·
Pingsan;
·
Tidak ada
selera makan;
·
Payudara
membesar;
·
Tegang;
·
Sering
kencing;
·
Konstipasi.
2.
Tanda-tanda
mungkin kehamilan :
·
Perut
membesar;
·
Uterus
membesar terjadi perubahan dalam bentuk, konsistensi dari rahim;
·
Tanda Hegar,
yaitu pembuluh darah dalam cervix bertambah dan karena terjadinya oedema dari
cervix dan hiperplasia kelenjar-kelenjar cervix, sehingga cervix menjadi lunak;
·
Tanda Chadwick,
yaitu pembuluh darah dinding vagina bertambah hingga warna selaput lendirnya
biru;
·
Tanda
Piscaseek, yaitu pertumbuhan uterus tidak rata, uterus lebih cepat tumbuh di
daerah inplantasi dan di daerah insersi plasenta;
·
Tanda
Ballottement, yaitu teraba benjolan keras.
3.
Tanda pasti
(tanda positif) :
·
Gerakan janin
dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin;
·
Denyut
jantung janin: didengar dengan stetoskop-monoral laennec, dicatat dan didengar
dengan alat Doppler, dicatat dengan feto-elektro kardiogram, dilihat pada
ultrasonografi, terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen.
D.
Diagnosa Banding
1. Hamil palsu
2. Kista ovari
3. Mioma uteri
4. Kandung kemih penuh dan retensi urine
5. Hematometra (Rustam, 2005)
E.
Perubahan Fisiologis Sistem Tubuh
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genetalia
wanita mengalami perubahan yang mendasar, sehingga dapat menunjang perkembangan
dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon
somatomamotropin, esterogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan
(Prawirohardjo, 2009) pada :
1)
Rahim atau
Uterus
Rahim yang semula besarnya sejempol atau
beratnya 30 gram akan mengalami hipertrofi dan hyperplasia, sehingga menjadi
seberat 100 gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami hyperplasia dan
hipertropi menjadi lebih besar, lunak, dan dapat mengikuti pembesaran rahim
karena pertumbuhan janin.
2)
Vagina (Liang
Senggama)
Vagina dan vulva mengalami peningkatan
pembuluh darah karena pengaruh esterogen, sehingga tampak makin merah dan
kebiru-biruan.
3)
Ovarium
(Indung Telur)
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur
yang mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai
terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur 16 minggu.
4)
Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan
payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu
esterogen, progesteron, dan somatomammotropin.
5)
Sirkulasi
Darah
Peredaran darah ibu dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya, meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim, terjadi
hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-plasenter, dan
pengaruh hormon esterogen dan progesteron makin meningkat. Akibat dari faktor
tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran darah yaitu :
·
Volume darah
Volume darah semakin meningkat dimana jumlah serum darah
lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran
darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada umur hamil 32 minggu. Volume darah
bertambah sebesar 25 sampai 30 % sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
·
Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya sekitar 20%
untuk dapat meningkatkan pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel
darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah, sehingga terjadi
hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan
mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan hemodilusi dan anemia fisiologis maka
laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapai 4 kali dari angka normal.
6)
Sistem
Respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem
respirasi untuk dapat memenuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan
diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur kehamilan 32 minggu.
Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat,
ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20 sampai 25% dari biasanya.
7)
Sistem
Pencernaan
Karena pengaruh esterogen, pengeluaran asam
lambung meningkat yang dapat menyebabkan :
·
Pengeluaran
air liur berlebihan (hipersalivasi);
·
Daerah
lambung terasa panas;
·
Terjadi mual
dan sakit/pusing kepala terutama pagi hari (morning sickness);
·
Muntah, yang
terjadi disebut emesis gravidarum;
·
Muntah
berlebih, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari (hiperemesis gravidarum);
·
Progesteron
menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat menyebabkan obstipasi.
8)
Perubahan
Pada Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen
dan hiperpigmentasi karena pengaruh melanophore stimulating hormone lobus
hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini
terjadi pada striae gravidarum livide atau alba, areola mamae, papilla mamae,
linea nigra, pipi (chloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini
akan menghilang.
9)
Metabolisme
Dengan terjadi kehamilan, metabolisme tubuh
mengalami perubahan yang mendasar, perubahan metabolisme yang mendasar antara
lain :
·
Metabolisme
basal naik sebesar 15% sampai 20% dari semula, terutama pada trimester ketiga;
·
Keseimbangan
asam basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter menjadi 145 mEq per liter
disebabkan hemodilusi darah dan kebutuhan mineral yang diperlukan janin;
·
Kebutuhan
protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
perkembangan organ kehamilan, dan persiapan laktasi. Dalam makanan diperlukan
protein tinggi sekitar ½ gr/kg BB atau sebutir telur ayam sehari;
·
Kebutuhan
kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein;
·
Kebutuhan zat
mineral untuk ibu hamil: kalsium 1,4 gram setiap hari, 30 sampai 40 gram untuk
pembentukan tulang janin, fosfor, rata-rata 2 gram dalam sehari, zat besi, 800
mgr atau 30 sampai 50 mgr sehari, dan air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak
dan dapat terjadi retensi air;
·
Berat badan
ibu hamil bertambah antara 6,5 sampai 16,5 kg selama kehamilan atau terjadi
kenaikan berat badan sekitar ½ kg/minggu.
F.
Perubahan Psikologi Kehamilan
Menurut teori Reva Rubin:
1) Trimester I
·
Penerima
keluarga khususnya pasutri terhadap kehamilannya;
·
Perubahan
kehidupan sehari-hari;
·
Mencari
tanda kehamilan;
·
Merasa
tidak sehat dan membenci kehamilannya;
·
Merasakan
kekecewaan, penolakan, kecemasan, kesedihan;
·
Hasrat
hubungan seks terbatas;
·
Khawatir
kehilangan bentuk tubuh;
·
Ketidakstabilan
mirip sindroma prahaid, mudah marah, ayunan suasana hati, irasionalisme,
cengeng;
·
Perasaan
was-was, takut dan gembira.
2) Trimester II
·
Ibu
merasa sehat;
·
Perut
belum terlalu besar sehingga belum dirasa beban;
·
Sudah
menerima kehamilan;
·
Libido
meningkat;
·
Mulai
merasa gerak janin;
·
Merasakan
kehadiran bayi sebagai seorang diluar dirinya;
·
Merasa
terlepas dari rasa cemas dan tidak nyaman.
3) Trimester III
·
Disebut
periode menunggu dan waspada sebab rasa tidak sabar menunggu kehamilannya;
·
Gerakan
bayi dan membesarnya perut kadang merasa khawatir bayinya lahir sewaktu-waktu;
·
Meningkatkan
kewaspadaan timbulnya tidak dan gejala persalinan;
·
Rasa
tidak nyaman;
·
Kehilangan
perhatian yang didapat dari hamil;
·
semakin
ingin menyudahi rasa kehamilannya;
·
Tidak
sabaran dan resah;
·
Bermimpi
dan berkhayal tentang si bayi.
II.
KONSEP PREEKLAMSIA DAN EKLAMSIA
A.
Pengertian
Preeklamsia Dan Eklamsia
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang
bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam
urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan pada
kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan.
Preeklampsia
adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar,
1998). Tidak berbeda dengan definisi Rustam, (Manuaba, 1998) mendefinisikan
bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang
disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan
cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama
setelah persalinan. Selain itu, (Mansjoer, 2000) mendefinisikan bahwa
preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
(Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah
toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan
proteinuria.
Preeklampsia atau
keracunan kehamilan sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa
dialami oleh setiap wanita hamil tapi tak terjadi pada wanita yang tidak hamil.
Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan
kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan
mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada
pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan
pada awal masa kehamilan.
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda
hipertensi, edema dan protein urine yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya timbul dalam triwulan ke-3 kehamilan. Hipertensi biasanya timbul lebih
dulu daripada tanda-tanda lain. Umumnya untuk menegakkan diagnostik
pre-eklampsia, kenaikan tekanan siskolik harus 30 mmHg atau lebih di atas
tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Apabila
tekanan diastolik naik hingga 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg atau
lebih, Maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan TD dilakukan minimal
2x dengan jarak 6 jam pada keadaan istirahat (Menurut Sarwono, 2005 “Ilmu
Kebidanan”).
Eklampsia
merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik.
Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga
sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan
kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan
atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsi (hipertensi, edema, proteinuria)
(Wirjoatmodjo, 1994: 49).
Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre
eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan
post partum (Angsar MD, 1995: 41).
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi
dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena
eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma
atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
B.
Klasifikasi
Pre-eklampsia digolongkan
menjadi PE ringan, sedang dan berat (Menurut
Sarwono, 2005 “Ilmu Kebidanan”).
Diagnosis
|
Tekanan Darah
|
Tanda Lain
|
Pre-Eklamsi Ringan
|
Kenaikan TD diastolic 15 mmHg/79 mmHg dengan 2x
pengamatan berjarak 1 jam/tekanan diastolic mencapai 110 mmHg.
|
Protein Urin +1
|
Pre-Eklamsi Sedang
|
Kenaikan TD systolic 30 mmHg/lebih atau mencapai 140
mmHg.
|
Protein urin positif 2 oedem umum, kaki, jari tangan
dan muka, kenaikan BB 1 kg tiap minggu.
|
Pre-Eklamsi Berat
|
Tekanan diastolic >110 mmHg
|
Protein urine positif ¾ oliguria (urine 5 gr/L)
hiperefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat oedem paru
dan sinosis.
|
2.
Eklamsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Ø Berdasarkan waktu
terjadinya, yaitu:
a) Eklamsi
gravidarum
Kejadian 50-60 %
serangan terjadi dalam keadaan hamil.
b) Eklamsi
Parturientum
Kejadian sekitar
30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar
dibedakan terutama saat mulai inpartu.
c) Eklamsi
Puerperium
Kejadian jarang
sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.(
Manuaba, 1998: 245)
Ø Berdasarkan
lamanya, yaitu :
a) Stadium
invasi (awal atau aurora)
Mata
terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala
dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit.
b) Stadium
kejang tonik
Seluruh
otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis,
lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit.
c) Stadium
kejang klonik
Semua otot
berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar
ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti
dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan
penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d) Stadium
koma
Lamanya
ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa menit sampai
berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya
ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu naik sampai 400 celcius.
C.
Manifestasi
Klinik
Gambaran klinik preeklampsi bervariasi
luas dan sangat individual. Kadang –kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia
mana yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul
pada preeclampsia ialah edema, hipertensi dan terakhir proteinuria. Sehingga
bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting, namun penderita seringkali tidak
merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri
kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah
cukup lanjut.
Sedangkan eklampsia kasus akut pada
penderita preeclampsia yang disertai kejang dan koma, sama halnya dengan
preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum.
Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan.
Dua
gejala yang sangat penting diatas pada preklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria yang biasanya tidak di sadari oleh wanita hamil, penyebab dari
kedua masalah diatas adalah sebagai berikut.
1. Tekanan darah
Peningkatan
tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang penting pada preeklampsia.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingkan
dengan tekanan sistolik. Tekanan sistolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang
terjadi terus-menerus menunjukkan kedaan abnormal.
2. Kenaikan berat
badan
Peningkatan berat
badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preklampsia dan bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan merupakan
tanda pertama preklampsia pada sebagian wanita. Peningkatan BB normal adalah
0,5 Kg perminggu. Bila 1 Kg dalam seminggu, maka kemungkinan terjadinya
preklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama di sebabkan
kerena retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema yang
terlihat jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang
membesar.
3. Proteinuria
Pada preklampsia
ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif dua, atau tidak sama
sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat di temukan dan dapat di capai 10
g/dL. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan hipertensi dan
kenaikan BB yang berlebihan
Gejala-gejala
subjektif yang dirasakan pada preklampsia adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kepala
Jarang ditemukan
pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi pada kasus-kasus yang berat.
Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan oksipital, serta tidak
sembuh dengan pemberian analgetik biasa.
2. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan
yang sering ditemukan pada preklampsia berat. Keluhan ini disebabkan karena
tekanan pada kapsula hepar akibat edama atau pendarahan.
3. Gangguan
penglihatan
Keluhan
penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasies arterial, iskemia, dan
edema rutina dan pada kasus-kasus yang langka disebabkan oleh ablasio retina,
pada preklampsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda subjektif ( Cuningham,
1995:767 ).
D.
Prognosis
Ø Kerusakan akibat
preeklampsia antara lain sbb :
a)
Otak
Dapat terjadi
pembengkakan di otak sehingga timbul kejang dengan penurunan kesadaran yang
biasa disebut eklampsia. Dapat juga terjadi pecahnya pembuluh darah di otak
akibat hipertensi.
b)
Paru-paru
Bengkak yang
terjadi di paru-paru menyebabkan sesak napas hebat dan bisa berakibat fatal.
c)
Jantung
Terdapat payah
jantung.
d)
Ginjal
Ditemukan adanya
gagal ginjal.
e)
Mata
Bisa terjadi
kebutaan akibat penekanan saraf mata yang disebabkan bengkak maupun lepasnya
selaput retina mata. Kebanyakan bersifat sementara. Kendati demikian,
pemulihannya memakan waktu cukup lama.
f)
Sistem darah
Terjadi pecahnya
sel darah merah dengan penurunan kadar zat pembekuan darah.
g)
Akibat pada janin
Janin yang
dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi
dan oksigen di bawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
Karena
buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga terjadi bayi dengan
berat lahir yang rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematur),
biru saat dilahirkan (asfiksia), dan sebagainya.Pada kasus preeklampsia yang
berat, janin harus segera dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini
biasanya dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat apakah janin
sudah dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi, adakalanya keduanya tak bisa
ditolong lagi.
Ø Pada eklamsi
Eklamsi
adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu
maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk
rumah sakit.
a) Kematian ibu
Disebabkan oleh pendarahan otak, kegagalan
jantung, paru, kegagalan ginjal, infeksi, kegagalan hepar, dan lain-lain.
Menimbulkan
sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah
meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah
dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka,
gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina,
gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
b) Kematian janin
Disebabkan
hipoksia intrauterin dan prematuritas. Asfiksia mendadak, solutio plasenta,
persalinan prematuritas, IUGR (Intra Uterine Growth Retardation), kematian
janin dalam rahim.
Kriteria Eden adalah kriteria
untuk menentukan prognosis eklampsia yang terdiri dari :
· Koma yang lama
· Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
· Suhu 39,4 celcius atau lebih
· Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
· Konvulsi lebih dari 10 kali
· Proteinuria 10 gr atau lebih
· Tidak ada oedema, oedema menghilang
Bila dijumpai
salah satu tanda-tanda yang diatas maka disebut dengan eklampsia ringan, bila
dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek
E.
Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab
dari kelainan ini, namun penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor - faktor tersebut
antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.
Sedikit
teori yang menerangkan mengenai hal itu adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola
hidatidosa.
2. Bertambahnya
frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3. Dapat terjadinya
perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4. Timbulnya hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori
yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain :
· Peran Prostasiklin
dan Tromboksan.
· Peran faktor
imunologis.
· Adanya aktivasi
system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
· Peran faktor
genetik/familial
· Terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsi/eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
· Kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
· Peran
renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).
F.
Patofisiologi
Ø Patofisiologi preeklamsia/eklamsia
(KDM)
Pada
preeklampsia terdapat penurunan aliran darah sakibat spasme pembuluh darah yang
disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin
plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus,
merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan
pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
yang menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit deposisi
fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme, sedangkan
aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di
keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen
menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme
menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan
lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan
meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang
glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan
koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multi organ.
Gangguan
multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-paru,
hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya
edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan
intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral,
nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya
pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah
merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru,
LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan
cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat
pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan
retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat
memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan
meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan
GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan
anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa
keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang
meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus
dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya diplopia dan memunculkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi
akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat.
Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi
metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu
2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP
yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul
diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
Ø Patofisiologi
preeklamsia/eklamsia (Maternitas)
Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular
sistemik systemic vascular resistance (SVR), peningkatan curah jantung, dan
penurunan tekanan osmotik koloid. Pada
preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal
menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih
lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah,
sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian
mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai preeklampsia. Vasopasme
merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostasiklin
prostagladin dan tromboksan A2. Peneliti telah menguji kemampuan aspirin (suatu
inhibitor prostagladin) untuk mengubah patofisiologi preeklampsia dengan
mengganggu produksi tromboksan. Investigasi pemakaian aspirin sebagai suatu
pengobatan profilaksis dalam mencegah preeklampsia dan rasio untung-rugi pada
ibu dan janin. Peneliti lain sedang mempelajari pemakaian suplemen kalsium
untuk mencegah hipertensi pada kehamilan. Selain kerusakan endotelil, vasospsme
arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini
meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular,
mempredisposisi pasien yang mengalami preeklampsia mudah menderita edema paru.
Preeklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khas hipertensi dan
proteinurea merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah
besar darah yang berfungsi di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai
suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan
proteinuria dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia. Hubungan sistem imun
dengan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran
penting dalam perkembangan preeklampsia. keberadaan protein asing, plasenta
atau janin bisa membangkitkan respons imunologis lanjut.
G.
Komplikasi
Ø Komplikasi
preeklamsia :
Bergantung
pada derajat preeklamsia yang dialami. Namun, yang termasuk komplikasi antara
lain sebagai berikut :
a) Pada ibu
ü Eklamsia
ü Solusio plasenta
ü Perdarahan
subkapsula hepar
ü Kelainan
pembekuan darah (DIC)
ü Sindrom HELLP
(hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet count).
ü Ablasio retina
ü Gagal jantung
hingga syok dan kematian.
b) Pada janin
ü Terhambatnya pertumbuhan
dalam uterus
ü Prematur
ü Asfiksia
neonatorum
ü Kematian dalam
uterus
ü Peningkatan angka
kematian dan kesakitan perinatal.
Ø Komplikasi
eklamsia :
Komplikasi yang
dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah :
ü Lidah tergigit
ü Terjadi perlukaan
dan fraktur
ü Gangguan
pernafasan
ü Perdarahan otak
ü Solutio plasenta
dan merangsang persalinan
(Muchtar Rustam,
1995:226)
H.
Penatalaksanaan
Tujuan utama
penatalaksanaan adalah :
· Untuk mencegah
terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia.
· Hendaknya janin
lahir hidup.
· Trauma pada janin
seminimal mungkin.
1.
Preeklamsi
v Medis
a) Pre-eklamsi
ringan dan sedang
ü Pantau tekanan darah, proteinuria, reflex dan
kondisi janin.
ü Lebih banyak istirahat.
ü Diet biasa.
ü Tidak perlu diberi obat-obatan.
ü Jika rawat jalan tidak mungkin, segera
rawat di rumah sakit :
·
Diet biasa.
·
Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria
1x sehari.
·
Tidak perlu obat-obatan.
·
Tidak perlu diuretic,kecuali jika
terdapat edema paru,dekompensasi kordisatau gagal ginjal akut.
·
Jika tekanan diastolic turun sampai
normal pasien dapat dipulangkan :
- Berikan nasehat untuk istirahat, tidak terlalu
banyak beraktifitas dan perhatikan tanda-tanda
preeclampsia berat.
- kontrol 2x seminggu.
- jika tekanan diastolic naik lagi " rawat kembali.
·
jika tidak ada tanda-tanda perbaikan " tetap dirawat.
·
jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan
janin terhambat,pertimbangkan terminasi kehamilan. Pengobatan hanya bersifat
simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan
skema periksa ulang yang lebih sering,
·
jika proteinuria meningkat, tangani
sebagai preeclampsia berat.
·
misalnya 2 kali seminggu. Penanganan
pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat,
diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3
kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak
begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin :
kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila
keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan
minggu 37 ke atas.
b) Pre-eklamsia
berat
ü Pre-eklamsia
berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum
menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka
penanganannya adalah sebagai berikut :
· Berikan suntikan
sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian disusul dengan injeksi
tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi).
· Jika ada
perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi
selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada
kontraindikasi).
· Selanjutnya ibu
dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang
seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
· Jika dengan
terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi
partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
· Jika pada
pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
ü Pre-eklamsi berat
pada kehamilan diatas 37 minggu
Penanganan umum
·
Jika tekananan diastolic >110
mmHg,berikan antihipertensi,sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg
·
Pasang inus ringer laktat dengan jarum
besar (16 gauge atau >)
·
Ukur keseimbangan cairan,jangan sampai
terjadi overload
·
Kateterisasi urin untuk pengeluaran
volume dan proteinuria
·
Jika jumlah urin <30 ml/jam:
-
Infus cairan dipertahankan 8 jam
-
Pantau kemungkinan edema paru
·
Jangan tinggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
·
Observasi TTV,refleks,dan DJJ setiap
jam
·
Auskulatasi paru untuk mencari
tanda-tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru.jika ada edema
paru,stop pemberian cairan,dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg IV
·
Nilai pembekuan darah dengan uji
pembekuan bedside. Jika pembekuan
tidak terjadi sesudah 7 menit,kemungkinan terdapat koagulopati.
·
Antihipertensi obat pilihan adalah
hidralazin,yang diberikan 5mg IV pelan-pelan selama 5menit sampai tekanan darah
menurun
·
Jika perlu pemberian hidralazin dapat
diulang setiap jam,atau 12,5mg IM setipa 2jam
·
Jika hidralazin tidak tersedia,dapat
diberikan:
-
Nifedipine 5mg sublingual. Jika respon
tidak baik setelah 10 menit,beri tambahan 5mg sublingual
-
Labetolol 10 mg IV, yang jika respon
tidak baik setelah 10 menit,diberikan lagi labetolol 20 mg IV.
·
Antikonvulsan magnesium sulfat (MgSO4)
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeclampsia
dan eklampsia.
ü Dosis awal
-
MgSO4 4g I.V. sebagai larutan 40%
selama 5 menit
-
Segera dilanjutkan dengan pemberian
10g larutan MgSO4 50%, masing-masing 5g dibokong kanan dan kiri secara IM. Ditambah 1 ml
lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu
pemberian MgSO4.
-
Jika kejang berulang setelah 15 menit,
berikan MgSO4 2g (larutn 40%) IV selama 5 menit.
ü Dosis pemeliharaan
-
MgSO4 (50%) 5g +
lignokain 2% 1ml IM setiap 4 jam.
-
Lanjutkan sampai
2 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.
ü Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
-
Frekuensi
perafasan minimal 16/menit
-
Refleks pattela
(+)
-
Urin minimal 30
ml/jam dalam 4 jam terakhir.
ü Stop pemberian MgSO4, jika :
-
Frekuensi
pernafasan <16/menit
-
Refleks pattela
(-)
-
Urin < 30
ml/jam
ü Siapkan antidotum :
ü Jika terjadi henti nafas : bantu dengan
ventilator, beri kalsium glukonat 2g (20 ml dalam larutan 10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
·
Alternatif lain
adalah diazepam, dengan resiko terjadinya depresi neonatal.
v Pemberian IV
ü Dosis awal
-
Diazepam 10 mg IV
pelan-pelan selama 2 menit
-
Jika kejang
berulang, ulangi dosis awal
ü Dosis pemeliharaan
-
Diazepam 40 mg
dalam 500 ml larutan RL per infus
-
Depresi
pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30 mg/jam
-
Jangan berikan
>100 mg/24 jam
v Pemberian melalui rektum
-
Jika pemberian IV
tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg
dalam samprit 10 ml
-
Jika masih
terjadi kejang, beri tambahan 10 mg/jam
-
Dapat pula
diberikan melalui kateter urin yang dimasukkan kedalam rektum.
Penderita dirawat inap.
· Istirahat mutlak
dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
· Berikan diit
rendah garam dan tinggi protein.
· Berikan suntikan
sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong
kiri.
· Suntikan dapat
diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
· Syarat pemberian
MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir;
respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
· Infus dekstrosa 5
% dan Ringer laktat.
· Berikan obat anti
hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan
tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
· Diuretika tidak
diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung
kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
· Segera setelah
pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa
amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan
dalam infuse tetes.
· Kala II harus
dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan,
jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang
disebabkan atonia uteri.
· Pemberian sulfas
magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4
gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
· Bila ada indikasi
obstetric dilakukan seksio sesarea, bila
disertai keadaan sebagai berikut :
-
Tekanan darah
160/110 mmHg atau lebih
-
Proteinuria 5 gr
atau lebih per liter
-
Oliguria yaitu
jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
-
Adanya gangguan
serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
-
Terdapat oedema paru
dan sianosis.
v Keperawatan
ü Preeklamsia ringan dan sedang
c) Bisa rawat jalan dengan anjuran untuk
banyak istirahat/ tirah baring.
d) Diet rendah garam dan tinggi protein.
e) Pasien preeklamsia ringan yang
dilakukan rawat inap, bila penyakit membaik dapat dilakukan rawat jalan;
sedangkan jika penyakit menetap atau memburuk, kehamilan dapat diakhiri pada
usia kehamilan 37 minggu.
ü Preeklamsia Berat (PEB)
Perawatan konservatif
(usia kehamilan <36 minggu) :
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam dan tinggi protein
(diet preeklamsia)
3. Pasang kateter tetap (bila perlu).
ü Perawatan aktif
(terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-keadaan di bawah ini
:
·
Umur kehamilan >36 minggu.
·
Terdapat tanda-tanda impending
eklamsia atau eklamsia
·
Sindroma HELLP.
·
Kegagalan perawatan konservatif, yakni
setelah 6 jam perawatan tidak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.
2.
Eklamsi
Medis
Prinsip
pengobatan eklamsia pada ibu nifas adalah menghentikan kejang kejang yang
terjadi dan mencegah kejang ulang.
a)
Konsep pengobatan
Menghindari
tejadinya kejang berulang, mengurangi koma, meningkatkan jumlah diuresis.
b)
Obat untuk anti kejang :
· MgSO4 (Magnesium
Sulfat)
ü Dosis awal: 4gr 20
% I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada
bokong kanan dan kiri.
ü Dosis ulangan :
tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan
atau 6 jam bebas kejang.
ü Syarat : reflek
patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan (respirasi
>16 kali/menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per
6 jam atau 600 cc per hari.
Apabila
ada kejang lagi, diberikan Mg SO 4 20 %, 2gr I.V. pelan-pelan. Pemberian I.V.
ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan
pentotal 5 mg/kg BB/I.V. pelan-pelan. Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4
diberikan antidotum glukonas kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V pelan-pelan selama 3
menit atau lebih. Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan
pengobatan dengan MgSO 4 .
Keperawatan
Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus
segera dilakukan terminasi (diakhiri), sedangkan perawatan/pengobatan yang dilakukan
adalab untuk stabilisasi kondisi pasien dalam rangka terminasi kehamilan
tersebut.
·
Tirah baring, diet preeklamsia atau
per sonde (bila pasien dalam keadaan koma).
·
Pasang kateter tetap.
·
Kepala direndahkan, isap lendir
orofaring.
·
Pasang sudip lidah untuk mencegah
lidah tergigit bila pasien kejang.
Bila pasien sadar dan keadaan membaik,
kehamilan segera diakhiri, sebisa mungkin mengusahakan partus per vaginam
dengan mempercepat kala II. Bila dalam 6 jam keadaan tidak membaik (klinis
maupun laboratorik) dan pasien belum sadar, maka kehamilan harus segera
diakhiri juga.
Prinsip perawatan preeklamsi dan eklamsi secara
umum adalah :
1. Tujuan perawatan di RS adalah untuk
menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan diuresis, mencegah
infeksi, memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta untuk melakukan
terminasi kehamilan 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak
menghitungkan tuanya kehamilan
2. Penderita eklampsia harus dirawat inap di RS
3. Pengangkutan ke RS
· Sebelum dikirim, diberikan obat penenang untuk
mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan yaitu pethidin 100 mg
atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg
· Sesampai di RS, pertolongan pertama adalah membersihkan
dan melapangkan jalan pernapasan, menghindarkan lidah tergigit, pemberian
oksigen, pemasangan infus dektrosa atau glukosa, menjaga agar janagan sampai
trauma serta dipasang kateter tetap
4. Observasi penderita
· Dilakukan didalam kamar isolasi yang tenang dengan
lampu redup (tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan kemudian dibuat
catatan setiap 30 menit berisis tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks,dan
diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekali sehari, juga dicatat
tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi
· Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah
diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam, kadar protein urin diperiksa dalam
24 jam kuantatif.
5. Regim-regim pengobatan
· Regim MgSO4 20 % dengan dosis 4 gr IV
perlahan-lahan selama 5-10 menit kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8
gr. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan suntikan IM diteruskan dengan dosis
4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi
berakhir atau setelah persalinan. Bila tidak ada kontraindikasi ( perhatikan
pernapasan, refleks dan diuresis ). Juga harus tersedia kalsium glukonas
sebagai antidotum
kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi
kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah konvulsi, menambah diuresis, kecuali
bila ada anuria dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat
· Regim sodium pentotal
Dosis insial suntikan IV perlahan-lehan sodium
pentotal 2,5 % adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes ( drips )
tiap 6 jam diberikan :
-
1 gr sodium pentotal dalam 500 cc dektrose 10 %
-
½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
-
½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
-
½ gr dalam 500 cc dextrose 10 %
( selama 24 jam )
-
kerja pentotal
sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan
di RS karena cukup berbahaya dapat menyebabkan henti nafas ( apnea )
· Regim valium ( diazepam )
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10 %
dengan tetesan 30 permenit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infus
atau suntikan IM : sampai tidak kejang, obat ini cukup aman
· Regim litik koktil ( lytic cocktail )
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu :
-
Largactil ( 100 mg ) + phenergen ( 50 mg ) + Pethidin ( 100 mg )
-
Pethidin ( 100 mg ) + Chlorpromazin ( 50 mg ) + Promezathin ( 50 mg )
-
Masing-masing
dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5 % dan diberikan secara infus tetes IV :
jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita
·
Regim stroganoff
6. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika
dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan
7.
Penanganan
obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan
penilaian tentang status obtetrikus penderita, keadaann janin, keadaan serviks
dan sebagainya. Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita
diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri kkehamilan atau mempercepat
jalan persalinan dengan cara yang aman. Kalau belum inpartu, maka induksi
partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang, dengan atau tanpa amniotomi.
Kala II harus dipersingkat dengan ektraksi
vakum atau ektraksi forseps. Bila janin mati dilakukan embriotomi. Bila serviks
masih tertutup dan lancip ( pada primi ) serta kepala janin masih tinggi atau
ada kesan terdapat disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik
lainnya, sebaiknya dilakukan SC ( bila janin hidup ). Anastesi yang dipakai
lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
Bahaya
yang masih tetap mengancam adalah pendarahan postpartum, infeksi nifas, atau
trauma akibat pertolongan obstetrik
Diet
1. Tujuan Diet
· Mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal
· Mencapai dan
mempertahankan tekanan darah normal
· Mencegah dan
mengurangi retensi garam atau air
· Mencapai
keseimbangan nitrogen
· Menjaga agar
penambahan BB tdk melebih normal
· Mengurangi atau
mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada saat kehamilan
atau setelah melahirkan
2. Syarat Diet
· Energi dan semua
zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur, sesuai
dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari
300 Kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.
· Garam diberikan
rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan BB
diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu.
· Protein tinggi
(1½ – 2 g/kg berat badan).
· Lemak sedang,
sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh ganda.
· Vitamin cukup;
vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi.
· Mineral cukup
terutama kalsium dan kalium.
· Bentuk makanan
disesuaikan dg kemampuan pasien.
· Cairan diberikan
2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan
cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan
3. Macam Diet
Preeklampsia
a)
Diet Preeklampsia I
·
Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia
berat
·
Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg
terdiri dari susu dan sari buah
·
Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml
sehari per oral dan kekurangannya diberikan secara parental
·
Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena
itu hanya diberikan 1 – 2 hari
b)
Diet Preeklampsia II
· Sebagai makanan
perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien preeklampsia yg
penyakitnya tdk begitu besar
· Makanan berbentuk
saring atau lunak.
· Diberikan sebagai
diet rendah garam I
· Makanan ini cukup
energi dan zat gizi lainnya
c)
Diet Preeklampsia
III
·
Sebagai makanan perpidahan dari diet
preeklampsia II atau kepada pasien dengan preeklampsia ringan.
·
Makanan ini mengandung protein tinggi dan
rendah garam .
·
Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa .
·
Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan
berat badan yg boleh lebih dari 1 kg per bulan .
BAB III
TEORI ASKEP
IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMSI/EKLAMSI
A.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Suatu proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan
lainnya. Pengkajian dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam
pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih
akurat, sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui masalah
dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan
preeklamsia/eklamsia antara lain sebagai berikut :
1. Identitas umum
ibu.
2. Data riwayat
kesehatan
a) Riwayat kesehatan
dahulu
· Kemungkinan ibu
menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
· Kemungkinan ibu
mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan terdahulu.
· Biasanya mudah
terjadi pada ibu dengan obesitas.
· Ibu mungkin
pernah menderita penyakit gagal kronis.
b) Riwayat kesehatan
sekarang
· Ibu merasa sakit
kepala di daerah frontal.
· Terasa sakit di
ulu hati/nyeri epigastrum.
· Gangguan virus :
penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
· Mual dan muntah,
tidak ada nafsu makan.
· Gangguan serebral
lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi, dan tidak tenang.
· Edema pada ekstremitas.
· Tengkuk terasa
berat.
· Kenaikan berat
badan mencapai 1 kg seminggu.
c) Riwayat kesehatan
keluarga
Kemungkinan
mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
d) Riwayat
perkawinan
Biasanya terjadi
pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
3. Pemeriksaan fisik
biologis
Keadaan
umum : lemah.
Kepala : sakit kepala,
wajah edema.
Mata : konjungtifa
sedikit anemis, edema pada retina.
Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia,
mual dan muntah.
Ekstremitas : edema pada kaki
juga pada tangan juga pada jari-jari.
Sistem
persyarafan : hiperrefleksia,
klonus pada kaki.
Genituorinaria : oligura, proteinuria.
Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur,
gerakan janin melemah.
4. Pemeriksaan
penunjang
a) Pemeriksaan
Laboratorium
· Pemeriksaan darah
lengkap dengan hapusan darah :
- Penurunan
hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil
adalah 12-14 gr% ).
- Hematokrit
meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
- Trombosit menurun
( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
· Urinalisis :
- Ditemukan protein
dalam urine.
· Pemeriksaan
Fungsi hati :
- Bilirubin
meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
- LDH ( laktat
dehidrogenase ) meningkat.
- Aspartat
aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
- Serum Glutamat
pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml ).
- Serum glutamat
oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l ).
- Total protein
serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
· Tes kimia darah :
-
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ).
b) Radiologi
· Ultrasonografi :
- Ditemukan
retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
· Kardiotografi :
- Diketahui denyut
jantung janin bayi lemah.
c) Berat badan : peningkatannya
lebih dari 1 kg/minggu
d) Tingkat kesadaran
: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
e) USG : untuk
mengetahui keadaan janin
f) NST : untuk
mengetahui kesejahteraan janin
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Kelebihan volume cairan interstisial
berhubungan dengan peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan.
2.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemi/penurunan
aliran balik vena.
3.
Resiko cedera pada janin yang berhubungan
dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
C.
Rencana Keperawatan
Setelah
data terkumpul kemudian dianalisis, langkah selanjutnya adalah menentutkan
diagnosa dan intervensi keperawatan. Diagnosa yang mungkin ditemukan pada ibu
hamil dengan preeklamsia/eklamsia adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan volume
cairan interstisial yang berhubungan dengan peningkatan reabsorbsi natrium dan
retensi cairan.
Tujuan
: volume cairaan kembali seimbang.
Rencana
tindakan :
a) Pantau dan catat
intake dan output setiap hari.
Rasional : dengan
memantau intake dan output diharapkan dapat diketahui adanya keseimbanagan
cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan glomerulus.
b) Pantau
tanda-tanda vital, catat waktu pengisapan kapiler (capilery refill time-CRT).
Rasional : dengan
memantau anda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat dijadikan pedoman untuk
penggantian cairan atau menilai repon dari kardiovaskuler.
c) Memantau atau
menimbang berat badan ibu.
Rasional : engan
memantau berat badan ibu dapat diketahui berat badan yang merupakan indikator
yang tepat untuk menentukan keseimbangan cairan.
d) Observasi keadaan
edema.
Rasional :
keadaan edema merupakan indikator keadaan cairan dalam tubuh.
e) Berikan diet
rendah garam sesuai hasil kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : diet
rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan.
f) Kaji distensi
vena jugularis dan perifer.
Rasional :
retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengna pelebaran vena
jugularis dan edema perifer.
g) Kaji dengan
dokter dalam pemberian diuretik.
Rasional :
diuretik dapat meningkatkan filtrasi glumerulus dan menghambat penyerapan
sodium dan air dalam tubulus ginjal.
2. Penurunan curah
jantung yang berhubungan dengna hipovolemi/penurunan aliran balik vena.
Tujuan
: agar curah jantung kembali normal.
Rencana
tindakan :
a) Pemantauan nadi
dan tekanan darah.
Rasional : dengan
memantau nadi dan tekanan darah dapat melihat peningkatan volume plasma,
relaksasi vaskuler dengan penurunan tahanan perifer.
b) Lakukan tirah
baring pada ibu dengan posisi miring kiri.
Rasional :
meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal.
c) Pemantauan
parameter hemodinamik invasif (kolaborasi).
Rasional :
memberikan gambaran akurat dari perubahan vaskuler dan volume cairan.
Konstruksi vaskuler yang lama, peningkatan dan hemokonsentrasi, serta
perpindahan cairan menurunkan curah jantung.
d) Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat anti hipertensi sesuai kebutuhan.
Rasional : obat
anti hipertensi bekerja secara langsung pada arteriol untuk meningkatkan
relaksasi otot polos kardiovaskuler dan membantu meningkatkan suplai darah.
e) Pemantauan
tekanan darah dan obat hipertensi.
Rasional :
mengetahui efek samping yang terjadi seperti takikardi, sakit kepala, mual
muntah dan palpitasi.
3. Resiko cedera
pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
Tujuan
: agar cedera tidak terjadi pada janin.
Rencana
tindakan :
a) Istirahatkan ibu.
Rasional : dengan
mengistirahatkan ibu diharapkan metabolisme menurun dan peredaran darah
keplasenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan oksigen untuk janin dapat
terpenuhi.
b) Anjurkan ibu agar
tidur miring ke kiri.
Rasional : dengan
miring ke kiri diharapkan vena kava dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus
yang membesar, sehingga aliran darah keplasenta menjadi lancar.
c) Pantau tekanan
darah ibu.
Rasional : dengan
memantau tekanan darah ibu dapat diketahui keadaan aliran darah ke plasenta
seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke aliran darah ke plasenta
berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
d) Memantau bunyi
jantung janin.
Rasional : dengan
memantau bunyi jantung janin dapat diketahui keadaan jantung janin lemah atau
menurun menandakan suplai oksigen ke plasenta berkurang, sehingga dapat
direncanakan tindakan selanjutnya.
e) Beri obat
hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter.
Rasional : obat
anti hipertensi akan menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan
afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah
turun. Dengan menurunya tekanan darah, makak aliran darah ke plasenta menjadi
adekuat.
D.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir
dari proses keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap
perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat di atasi.
Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang,
seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses
peawatan dapat di modifikasi.
Berikut ini evaluasi dari diagnosa diatas :
1.
Volume cairaan kembali seimbang.
2.
Curah jantung kembali normal.
3.
Cedera tidak terjadi pada janin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pre-eklampsia berat merupakan suatu kelanjutan dari
pre-eklampsia ringan dimana terjadinya kenaikan tekanan darah 160/110 mmHg,
proteinuria 5 gram/lebih dalam 24 jam (+3 atau +4), oliguria, nyeri
epigastrium, gangguan penglihatan. Dalam keadaan PEB, jika tidak ditangani
dengan segera maka pasien akan mengalami kejang/sudah dalam tahap eklampsia.
Banyak pesien yang
berpotensi dalam PEB ini antara lain : faktor genetik (keturunan/riwayat
keluarga hipertensi), kehamilan ganda, obesitas, DM, dan faktor prodisposisi.
Ibu pekerja keras dan perokok.
Untuk mencegah agar
pre-eklampsia ini tidak menjadi berat atau bahkan menjadi eklampsia, perlu
dipantau dalam setiap kunjungan ulang antenatal yaitu pertambahan BB yang
meningkat terlalu jauh perminggu, tekanan darah dan proteinuria.
Jika kita menemukan
pasien dengan kasus PEB, tindakan segera yang langsung kita ambil adalah segera
pasien dirujuk ke RS karena kasus ini bukanlah wewenang kita sebagai bidan dan
harus memerlukan tindakan yang lebih lanjut yang tidak bisa kita tangani
sendiri
B.
Saran
·
Untuk
dapat mendeteksi secara dini dan mencegah terjadinya pre-eklampsia/eklampsia
maka dalam melakukan ANC, bidan harus memberikan pelayanan yang berkualitas dan
sesuai dengan standar 7T (TB/BB, TD, TFU, TT, Tablet Fe, Temuwicara, Torch).
·
Diharapkan
pada tenaga kesehatan untuk menjelaskan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan,
sehingga ibu hamil dapat mengetahui gejala awal dan penyimpangan yang terjadi
dan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.
·
Tenaga
kesehatan harus memberikan penyuluhan pada ibu –ibu hamil tentang KB supaya
mereka bisa mengatur kehamilannya dan meningkatkan kondisi kesehatannya,
sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi dan penyulit kehamilan dan
persalinan.
·
Jika
tenaga kesehatan menemui kasus ibu hamil / ibu antepartum dengan PEB segera
rujuk ke RS
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sumapraja, Sudraji.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta
Mansjoer.arif,DKK.1999.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1,edisi 3.Jakarta :Media
Aesculapsois Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar