Rabu, 18 April 2012

SUPERVISI KLINIS DAN EVALUASI KETERLAKSANAAN KTSP


SUPERVISI KLINIS DAN EVALUASI KETERLAKSANAAN KTSP

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standar: (1) isi; (2) proses; (3) kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga kependidikan; (5) sarana dan prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan. Salah satu standar tenaga kependidikan adalah  pengawas satuan pendidikan.
Pasal 10 (sepuluh) dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal-pasal lain yang melandasi tentang kepengawasan adalah pasal 39, 40, 41, 50, dan pasal 66, sedangkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 masalah kepengawasan dalam bidang pendidikan tertuang dalam standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan standar  pengelolaan..
Dalam standar proses pasal 19 ayat (3) disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Selanjutnya dalam pasal 23 disebutkan bahwa pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Pengawasan pendidikan yang tertuang dalam standar pengelolaan menurut pasal 55 dan 57 PP 19 Tahun 2005  meliputi pemantauan , supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan (kepala sekolah). Oleh karena itu dimensi supervisi manajerial dan supervisi akademik merupakan kompetensi yang harus dimiliki baik oleh pengawas sekolah maupun kepala sekolah seperti yang tersurat dalam Permendiknas Nomor 12 dan 13 Tahun 2007, terutama yang secara spesifik dapat dipraktekan kedalam pengembangan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) berdasarkan acuan inti yaitu standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses dan standar penilaian, sedangkan acuan lain yang terkait dalam penyusunan KTSP untuk kepala sekolah adalah standar pengelolaan.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka pemerintah melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan ku-rikulum nasional bukan lagi bersifat seragam, namun merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam proses penyusunannya satuan pendidikan diberi ruang untuk menyesuaikan kurikulum dengan kondisi sekolah, lingkungan alam dan sosial ekonomi masysrakat, dan karakteristik pe-serta didik. (1) pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa, dan (3) kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan: (a) peningkaatan iman dan takwa, (b) pening-katan akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa, (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan IPTEK dan seni, (h) agama, (i) dinamika perkembangan global, dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Sebagai pembina sekolah, pengawas satuan pedidikan tentu harus memahami kebijakan-kebijakan yang terkait dengan KTSP. Lebih dari itu ia juga harus menguasai setiap proses, tahapan, maupun teknis penyusunan KTSP. Dengan kemampuan tersebut, maka ia dapat membantu para kepala sekolah dan guru dalam menyusun KTSP terutama membimbing guru dalam menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam standar nasional pendidikan.
B. Tujuan Supervisi Klinis dan evaluasi Keterlaksanaan KTSP
Tujuan Supervisi klinis dan keterlaksanaan KTSP di sekolah secara operasional adalah dapat:
  1. Melakukan pengamatan dan bimbingan langsung pelaksanaan KTSP
  2. Mendeteksi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan KTSP
  3. Membantu upaya pemecahan masalah dalam membimbing guru  menyusun silabus setiap mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis berdasarkan standar isi, standar kompetens lulusan, standar proses, standar penilaian  dan mengacu pada standar komptensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
  4. Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di sekolah










BAB II
SUPERVISI PENGEMBANGAN KTSP
A. KONSEP SUPERVISI
Pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision” artinya pengawasan. Supervisi dapat dipahami sebagai “usaha mestimuli, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungssi pengajaran”.
Supervisi akademik identik dengan supervisi pembelajaran bertujuan untuk perbaikan dan perkembangan proses belajar-mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya”. Dengan demikian jelas bahwa tujuan supervisi akademik adalah untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas dan pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Supervisi pembelajaran merupakan salah satu tugas kepala sekolah dan pengawas sekolah, karena guru membutuhkan bantuan secara langsung dan juga umpan balik untuk peningkatan proses belajar-mengajar di kelas. Dengan demikian diharapkan bahwa seorang kepala sekolah maupun pengawas mampu memberikan umpan balik yang tepat setelah menganalisis kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru, dan juga menganalisis interaksi kemanusiaan yang terjadi di dalam kelas.
Kunci utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis kompetensi adalah pengetahuan Guru sebagai orang yang membelajarkan dalam menggunakan metode yang paling tepat untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik pebelajar. Oleh karena itu ada 6 (enam) faktor yang harus dipertimbangkan dalam menen-tukan metode pembelajaran, yaitu: pebelajar (siapa pebelajarnya?) isi (apa isi yang diajarkan: fakta, konsep, prinsip, dsb?) tujuan (pengetahuan, sikap, perilaku?) lingkungan belajar (di kelas, laboratorium, perpustakaan, lapangan?) Guru (siapa Gurunya?) sumber belajar (buku, video, komputer, teman sebaya?). Untuk mencapai kualitas pembelajaran tersebut dibutuhkan bantuan supervisor yang mengetahui persis tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran yaitu melalui supervisi klinis.
Dengan demikian, supervisi pembelajaran adalah proses bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar-mengajar agar lebih baik. Menurut Waller supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap proses pembelajaran yang sebenarnya dengan tujuan modifikasi yang rasional. Sedangkan menurut Keith Acheson dan Meredith D’ Gall mendefinisikan bahwa “Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal”.
Prosedur pelaksanaan supervisi pembelajaran lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut (Purwanto, 1987: 90). Mengutip kesimpulan John J. Bolla, ia menegaskan bahwa “supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru/calon guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut” (Purwanto,1987: 91). Dengan demikian, supervisi pembelajaran adalah proses bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar-mengajar agar lebih baik. Menurut Waller supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap proses pembelajaran yang sebenarnya dengan tujuan modifikasi yang rasional. Berkaitan dengan supervisi pembelajaran, perlu diperhatikan prinsip-prinsip dalam menjalankan supervisi, yaitu:
  • Bimbingan kepada guru dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
  • Hubungan supervisor dengan pelaksana program pembelajaran (guru) bersifat kolegial dan interaktif.
  • Supervisi bersifat demokratik; kedua belah mengemukan pendapat secara bebas, tetapi keduanya berkewajiban mengkaji pendapat pihak lain untuk mencapai kesepakatan.
  • Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
  • Dalam pelaksaan supervisi, masing-masing pihak harus mengutamakan tugas dan tanggung jawabnya.
  • Balikan diberikan dengan segera dan objektif dan balikan tersebut harus bermanfaat untuk peningkatan pelaksanaan program pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Pada prinsipnya supervisi pembelajaran di berbagai jenjang dan jenis satuan pendidikan tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada materi kurikulum, sedangkan prosedur, teknik, dan instrumennya bisa menggunakan format yang sama. Perbedaan materi kurikulum, yaitu pada aspek disiplin dan kompetensi mengharuskan pelaksanaan supervisi memperhatikan kewenangan akademis setiap supervisornya. Apalagi terkait dengan perkembangan model kurikulum yang setiap kali berubah dan saat ini mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan model KTSP tersebut menuntut seorang supervisor memahaminya dengan baik sebelum melakukan supervisi pembelajaran di kelas.
Berbagai hal yang perlu dipahami dengan baik oleh supervisor bidang studi /rumpun mata pelajaran di setiap jenjang dan jenis satuan pendidikan (misalnya: SD, SMP, SMA, SMK), yaitu: (1) konsep dasar, tujuan, dan karakteristik KTSP; (2) format dan kompetensi dalam KTSP; (3) pengembangan silabus dalam KTSP; (4) penyusunan RPP dalam KTSP; dan (5) pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi dalam KTSP.

B. Komponen Isi Kurikulum
Kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan akan menyangkut banyak faktor, mempertimbang-kan isu-isu mengenai kurikulum, siapa yang dilibatkan, bagimana prosesnya, apa tujuannya, dan kepada siapa kurikulum itu ditujukan. Pada umumnya pa-ra ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum itu merupa-kan suatu proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus dari bebera-pa komponen. Ralph W. Tyler (1975) dalam buku kecilnya yang sangat ter-kenal dan konsep-konsepnya masih dipakai sampai sekarang, menyajikan empat langkah pengembangan (Four-Step Model) dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab dalam mengembangkan suatu kurikulum, yaitu :
  1. a. What educational purposes should the school seek to attain?
  2. b. What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes ?
  3. c. How can these educational experiences be effectively organized ?
  4. d. How can we determine wether these purposes are being attained ?
Pertanyaan pertama pada hakikatnya merupakan arah dari suatu program atau tujuan kurikulum, pertanyaan kedua berkenaan dengan isi/konten yang harus diberikan untuk mencapai tujuan, pertanyaan ketiga berkenaan dengan strategi pelaksanaan, dan pertanyaan keempat berkenaan dengan penilaian (evaluasi) pencapaian tujuan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi kom-ponen utama yang harus dipenuhi dalam suatu kegiatan pengembangan kuri-kulum di sekolah. Komponen-komponen itu tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling pengaruh mempengaruhi, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan membentuk suatu sistem (system).
Dalam kaitannya dengan komponen isi kurikulum tingkat satuan pendidikan, dalam panduan penyusunan telah ditetapkan sistematikanya, yaitu mencakup: (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan kurikulum, dan (3) kalender pendidikan.
Komponen tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dirumuskan de-ngan mengacu kepada tujuan umum pendidikan, yaitu meletakkan dasar dan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ke-terampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan ini peran tujuan sangatlah menentukan. Ivor K. Davies (dalam Hamid Hasan, 1990) menyata-kan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas ma-nusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demiki-an suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang fi-nal. Tujuan memberikan pegangan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui sampai di mana tujuan itu telah dicapai (S. Nasution, 1987). Tujuan memegang peranan pen-ting, akan mewarnai keseluruhan komponen-komponen lainnya dan akan me-ngarahkan semua kegiatan mengajar (Nana Syaodih, 1988). Tujuan kurikuum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan (Hamid Hasan, 1990). Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi/konten, strategi dan media pembelajar-an, dan evaluasi, bahkan dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya.
Komponen struktur dan muatan kurikulum memuat penjelasan-penjelas-an yang rinci berkaitan dengan mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengem-bangan diri, pengaturan beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan kelas dan kelulusan, penjurusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis ke-unggulan lokal dan global (penjelasan secara rinci mengenai komponen ini dapat dilihat dalam buku panduan penyusunan KTSP yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan). Sedangkan komponen terakhir yaitu kalender pendidikan yang disusun oleh masing-masing satuan pendidikan di-sesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagai-mana yang dimuat dalam Standar Isi.
C. PENGEMBANGAN KTSP
Dalam pengkajian teori pengembangan kurikulum, terdapat empat tahapan pengembangan kurikulum yang dapat ditempuh, yaitu mulai dari tahap makro, tahap institusi, tahap mata pelajaran, dan tahap program pembelajar-an. Pada tahap makro, pengembangan kurikulum dikaji dalam lingkup nasio-nal, baik untuk pendidikan sekolah maupun luar sekolah, baik secara vertikal maupun horizontal dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional. Se-cara vertikal berkaitan dengan kontinuitas atau kesinambungan pengembang-an kurikulum dalam berbagai tingkatan (hierarkhi) institusi pendidikan (seko-lah), sedangkan secara horizontal berkaitan dengan pengembangan kurikulum pada tingkatan pendidikan yang sama/setara sekalipun jenis pendidikannya berbeda. Pada tahap institusi, kegiatan pengembangan kurikulum dilakukan di setiap lembaga pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK). Aspek-aspek yang dikembangkan pada tahap ini di antaranya: visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, mata pelajaran-mata pelajaran yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan, dan fasilitas yang dibutuhkan termasuk media dan alat pembelajaran.
Pada tahap mata pelajaran, pengembangan kurikulum diwujudkan dalam bentuk silabus pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran yang dikembangkan pada masing-masing satuan pendidikan, dan silabus pembela-jaran tersebut oleh guru selanjutnya dijabarkan menjadi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau program yang akan dilaksanakan pada periode belajar tertentu. Dalam periode waktu tersebut diharapkan para siswa dapat me-nguasai satu kesatuan kompetensi baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan tertentu. Isi program tersebut adalah apa yang ada dalam silabus pembelajaran pada suatu mata pelajaran, kemudian dilakukan pengaturan-pe-ngaturan yang melengkapinya sehingga program tersebut membentuk suatu program kerja selama satu semester lengkap dengan penentuan alokasi waktu yang dibutuhkan serta kapan dilaksanakannya. Tahap program pembelajaran merupakan tahap pengembangan kurikulum secara mikro pada level kelas, di mana tugas pengembangan menjadi tanggung jawab sepenuhnya seorang guru. Dengan berpedoman pada silabus pembelajaran kemudian guru menjabar-kannya dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (dulu dikenal dengan nama satuan pelajaran) untuk satu atau beberapa kali pertemuan tatap muka di kelas.
Dalam proses pengembangan kurikulum, tentu saja banyak pihak yang turut terlibat atau berpartisipasi. Hal ini disebabkan karena begitu besar dan sangat strategisnya peranan dari kurikulum itu sendiri sebagai salah satu alat utama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Apabila dikaji secara sek-sama, sebenarnya harus banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan ku-rikulum itu, di antaranya para administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli psikologi, ahli bidang ilmu pengetahuan, para guru, orangtua siswa, tokoh-tokoh masyarakat dan pihak-pihak lainnya dalam porsi kegiatan yang berbeda-beda. Dari sekian banyak pihak yang terlibat, maka yang secara terus menerus terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum yaitu para administrator pendidikan, pada ahli pendidikan dan kurikulum, dan tentu saja
para guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah.
Para administrator pendidikan biasanya terdiri atas pejabat-pejabat yang relevan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dari mulai tingkat pusat sampai daerah bahkan sampai tingkat kecamatan dan sekolah. Di tingkat pusat, lembaga yang secara khusus mengkaji dan menjadi dapurnya pe-ngembangan kurikulum nasional yaitu Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Keterlibatan para adminis-trator di tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum yaitu menyusun da-sar-dasar hukum, kerangka dasar kurikulum, serta standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kerjasama dengan para ahli pendidikan dan ahli bidang studi dari perguruan tinggi yang relevan dilakukan untuk meminta masukan-masukan dan memantapkan kerangka dasar kurikulum tersebut. Atas dasar itu, para administrator di daerah (dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota) sampai kepala sekolah mengembangkan kurikulum sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Para kepala sekolah sebagai administrator pendidikan yang berada pada level paling bawah (seko-lah) memiliki wewenang dalam membuat operasionalisasi pelaksanaan kuri-kulum di sekolah masing-masing. Para kepala sekolah sebagai administrator pendidikan inilah sebenarnya yang secara terus-menerus terlibat dalam pe-ngembangan dan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pengembangan ku-rikulum satuan pendidikan membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang studi/disiplin ilmu. Para ahli pen-didikan dan ahli kurikulum memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntutan masyarakat serta perkembangan ilmu dan teknologi. Pengembangan kuriku-lum bukan hanya sekedar memilih dan menyusun bahan pelajaran dan meto-de mengajar, tetapi menyangkut penentuan arah dan orientasi pendidikan, pe-milihan sistem dan model kurikulum, serta berbagai perangkat dan pedoman penjabaran dan implementasi dari model-model tersebut. Keterlibatan para ahli pendidikan dan kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam pengem-bangan kurikulum baik pada tingkat pusat maupun daerah. Apalagi dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang menuntut adanya otonomi pendidikan dan otonomi sekolah, maka keterlibatan para ahli pendidikan dan kurikulum sangat diperlukan, sebab apa yang telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah. Pengembangan kurikulum juga membutuhkan keterli-batan para ahli bidang studi/disiplin ilmu yang memiliki wawasan tentang pendidikan dan perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan mereka da-lam memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan perkem-bangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat diha-rapkan keterlibatannya dalam menyusun materi ajar dalam sekuens yang se-suai dengan struktur keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.
Kunci keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan kurikulum pada hakikatnya ada di tangan para guru. Sekalipun tidak semua guru dilibatkan dalam pengembangan pada tingkat pusat/nasional, namun dia adalah perencanaan, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun para guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru yang me-nerjemahkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh BSNP, dia yang mengolah dan meramu kembali untuk disajikan di dalam kelas. Guru berada di garis depan dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan, oleh karena itu guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan kurikulum. Hasil-hasil penilaian guru akan sangat membantu dalam menentukan hambatan-hambatan dalam implementasi kurikulum. Sebagai pelaksana kurikulum, guru harus mampu menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang memungkinkan para siswa dapat menyerap isi kurikulum dengan sempurna. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar di kelas yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan pelajaran) ke-pada siswa, dengan lebih banyak menggunakan metode penuturan/ceramah. Peranan guru seperti ini dalam kondisi sekarang nampaknya sudah tidak rele-van lagi dengan tuntutan kurikulum, oleh karena itu perlu dikurangi frekuensinya. Sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan ilmu pendidik-an serta ditambah lagi dengan adanya kebijakan otonomi pendidikan dan oto-nomi sekolah, maka akan semakin banyak peranan dan keterlibatan guru dalam mengimplementasikan kurikulum yang memungkinkan terjadinya proses
belajar pada diri siswa.
Sekolah atau satuan pendidikan adalah lembaga masyarakat yang mem-persiapkan siswa agar mampu hidup dalam masyarakat itu. Sebagai bagian dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah itu berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Untuk mencapai hal tersebut, sangat diperlukan keterlibatan pihak masyarakat da-lam menentukan arah pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keterlibatan masyarakat dalam hal ini bisa saja berwujud pemberian bantuan dalam pelaksanaan kurikulum atau memberikan saran-saran, usul, pendapat mengenai keperluan-keperluan yang paling mendesak untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum sekolah, sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah di masyarakat tempat mereka hidup. Orang tua siswa, seba-gai bagian tak terpisahkan dari masyarakat, diharapkan sangat berperan atau terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pengembang-an kurikulum. Keterlibatan orangtua bisa dalam kegiatan penyusunan kuriku-lum dan pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orangtua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada beberapa orang-tua yang memiliki cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang mema-dai. Keterlibatan orangtua lebih besar dalam kegiatan pelaksanaan kurikulum. Dalam hal ini diperlukan adanya kerja sama yang saling menguntungkan an-tara guru, sekolah dan para orangtua. Sebagian besar waktu belajar siswa yang dituntut kurikulum ada di luar sekolah, di antaranya dilaksanakan di rumah, dengan demikian sewajarnya apabila orangtua turut mengikuti dan mengama-ti kegiatan belajar anaknya di rumah.
KTSP sebagai suatu paradigma baru tentu masih banyak fenomena yang bervariasi di sana-sini. Bahkan sosok utuhnya sebagai sebuah model masih dalam perkembangan. Dengan kata lain masih sulit diidentifikasi karakternya, bahkan parameter keberhasilannya masih sulit juga direkonstruksi. Kebanyakan orang hanya mengedepankan argumen keunggulannya dan tidak mempertimbangkan kerumitannya. Oleh sebab itu, untuk mensupervisi pembelajaran yang mengimplementasi paradigma baru tersebut, seorang supervisor perlu memiliki pengalaman yang cukup tentang KTSP.
Sekolah sesuai dengan kedudukannya dalam pelaksanaan KTSP bertugas melakukan:
1. Penyusunan : Tahapan penyusunan KTSP adalah :
  1. Melakukan analisis konteks yaitu identifikasi SI, SKL, Standar Proses, dan Standar Penilaian, analisis kondisi satuan pendidikan (peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program), analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar (asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya).
  2. Membentuk Tim penyusun KTSP terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dengan melibatkan komite sekolah, nara sumber, serta pihak lain yang terkait.
  3. Menyusun dokumen KTSP. Penyusunan dokumen KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah yang diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru, dalam bentuk rapat kerja dan/atau lokakarya. Tahap kegiatan penyusunan dokumen KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, review dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Penyusunan dokumen KTSP juga merupakan kegiatan program rutin tahunan yang dilaksanakan secara periodik dalam siklus tahun pelajaran, sehingga dokumen yang disusun sesuai dengan karakteristik peserta didik, situasi dan kondisi sekolah (baik internal maupun eksternal) dalam tahun pelajaran yang terkait.
  4. Pengesahan
  5. Dokumen KTSP SMA dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Contoh Lembar Pengesahan terlampir.
2. Pelaksanaan
Sekolah melaksanakan kegiatan pembelajaran mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen KTSP.
3. Evaluasi
Sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan KTSP maka keterlaksanaannya baik dari segi proses maupun hasil perlu dievaluasi berkala secara internal sekolah. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk penyusunan dokumen KTSP tahun berikutnya.
Sebagai salah satu bentuk alternatif yang dapat ditempuh oleh pihak pe-ngelola sekolah dalam penyusunan KTSP ini bisa dengan menggunakan sis-tematika yang memuat bagian-bagian sebagai berikut:
  1. Pendahuluan, diantaranya meliputi uraian mengenai latar belakang atau   dasar penyusunan KTSP; tujuan pengembangan KTSP, serta prinsip pe-   ngembangan KTSP yang sesuai dengan karakteristik sekolah masing-ma-   sing.
  2. Tujuan pendidikan, di antaranya meliputi uraian mengenai tujuan pendi-dikan (disesuaikan jenjang satuan pendidikan), visi dan misi sekolah, ser-ta tujuan sekolah.
  3. Struktur dan muatan kurikulum, di antaranya meliputi uraian mengenai struktur kurikulum sekolah dan muatan kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pendidikan keca-kapan hidup, beban belajar, ketuntasan belajar, penjurusan, kenaikan ke-las, dan kelulusan.
  4. Kalender pendidikan, di antaranya meliputi uraian mengenai permulaan tahun pelajaran, waktu belajar, kegiatan tengan semester, libur sekolah, jadwal kegiatan, dsb.
  5. Lampiran-lampiran, berupa silabus pada masing-masing mata pelajaran dan beberapa contoh rancana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Hal-hal yang esensial yang perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh sekolah dalam tahap penyusunan KTSP adalah melaksanakan:
  1. Analisis Konteks
  2. Penyusunan KTSP mengacu pada panduan yang telah disusun oleh BSNP
  3. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran
  4. Pengembangan silabus secara mandiri, jika ada contoh silabus hanya sebagai referensi
  5. Pengembangan indikator untuk penilaian berbasis kelas
  6. Penggunaan model-model pembelajaran.
  7. Menggunakan pola pembelajaran tuntas, remedial dan pengayaan
  8. Pengembangan bahan ajar
  9. Pengembangan RPP
  10. Pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
  11. Pengembangan Muatan Lokal.
Beberapa model sistematika isi dokumen KTSP dapat diadopsi atau diadaptasi sesuai karakter dan profil sekolah. Berikut  salah satu contoh sistematika isi dokumen KTSP:
BAB    I           PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang/Rasionalisasi
  2. Landasan
  3. Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas
  4. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
BAB  II           STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
  1. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
    1. Kelompok Mata Pelajaran
    2. Struktur Kurikulum ………..(diisi jenis satuan pendidikan yang sesuai)
    3. Muatan Kurikulum
      1. Mata Pelajaran
      2. Muatan Lokal
      3. Kegiatan Pengembangan Diri
      4. Beban Belajar
      5. Ketuntasan Belajar
      6. Penilaian, Kenaikan Kelas,  dan Kelulusan
      7. Pendidikan Kecakapan Hidup
      8. Keunggulan Lokal dan Global
      9. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
BAB  III          KALENDER PENDIDIKAN
BAB  IV          ANALISIS DAN PROFIL SEKOLAH
  1. Lingkungan Sekolah
  2. Keadaan Sekolah
  3. Personel Sekolah
    1. Tenaga Pendidik
    2. Tenaga Kependidikan
    3. Peserta Didik
    4. Orangtua Peserta Didik
    5. Kerjasama (Instansi lain yang terkait)
    6. Prestasi Sekolah
LAMPIRAN-LAMPIRAN
  1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
  2. Silabus
  3. Program Pengembangan Diri
  4. SK Tim Penyusun
D. Supervisi Klinis dan Evaluasi Keterlaksanaan  KTSP
Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa tujuan supervisi pembelajaran berkaitan dengan pengembangan KTSP adalah untuk meningkatkan keterampilan mengajar guru secara profesional melalui praktek dan pelaksanaan silabus dan RPP. Oleh karena itu kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam melaksanakan supervisi pembelajaran harus menjadi fasilitator, mediator, planner, dan observer. Kepala sekolah (dan atau pengawas, termasuk pengawas mata pelajaran/rumpun mata pelajaran) dituntut menentukan, memahami, menghayati, dan menjabarkan tujuan supervisi klinis secara jelas, applicable (dapat dilaksanakan), observable (dapat diobservasi), dan measurable (dapat diukur).
Tujuan khusus dari supervisi klinis ádalah:
  1. Mendiagnosis  secara cepat  dan  tepat tentang masalah-masalah yang terjadi.
  2. Membantu para guru dalam mengembangkan profesionalismenya.
  3. Menumbuh-kembangkan sikap positif, dinamis, dan kritis guru terhadap   profesionalismenya.
  4. Untuk memperoleh umpan balik tentang kemampuan/kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya.
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh supervisor harus sistematis dan pragmatis:
1)   Tahap pertemuan pendahuluan (planning conference):
a.       Saling mengerti yang mendalam (mutually understanding),
b.      Suasana akrab (intimizad),
c.       Menumbuhkan rasa saling percaya,
d.      Tentukan  jenis  yang  akan dikontrol,
e.       Pergunakan  instrumen  yang tepat,
2)   Tahap pengamatan (observation classroom):
a.       Guru melaksanakan komponen-komponen yang dikontrol,
b.      Supervisor melakukan observasi,
3.)  Tahap pertemuan balikan (feed back conference):
a.       Supervisor melakukan analisis pendahuluan,
b.      Supervisor bertanya tentang perasaan dan kesan umum kepada  guru ketika diamati,
c.       Mereview target yang telah disepakati,
d.      Supervisor menunjukkan data hasil supervisi,
e.       Bersama-sama menafsirkan data yang ditunjukkan supervisor,
f.        Bersama-sama menyimpulkan data,
g.      Bersama-sama berusaha memperbaiki hal-hal yang perlu ditingkatkan,
h.      Kepala Sekolah (supervisor) memberikan’ motivasi dan rekomendasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar