SUPERVISI KLINIS DAN EVALUASI KETERLAKSANAAN KTSP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standar:
(1) isi; (2) proses; (3) kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga
kependidikan; (5) sarana dan prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan
(8) standar penilaian pendidikan. Salah satu standar tenaga kependidikan
adalah pengawas satuan pendidikan.
Pasal 10 (sepuluh) dalam Undang-Undang tersebut
dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,
dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pasal-pasal lain yang melandasi tentang
kepengawasan adalah pasal 39, 40, 41, 50, dan pasal 66, sedangkan dalam PP
Nomor 19 Tahun 2005 masalah kepengawasan dalam bidang pendidikan tertuang dalam
standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan standar
pengelolaan..
Dalam standar proses pasal 19 ayat (3) disebutkan
bahwa setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien. Selanjutnya dalam pasal 23 disebutkan bahwa pengawasan proses
pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang
diperlukan.
Pengawasan pendidikan yang tertuang dalam standar
pengelolaan menurut pasal 55 dan 57 PP 19 Tahun 2005 meliputi pemantauan
, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Supervisi
manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh
pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan (kepala
sekolah). Oleh karena itu dimensi supervisi manajerial dan supervisi akademik
merupakan kompetensi yang harus dimiliki baik oleh pengawas sekolah maupun
kepala sekolah seperti yang tersurat dalam Permendiknas Nomor 12 dan 13 Tahun
2007, terutama yang secara spesifik dapat dipraktekan kedalam pengembangan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) berdasarkan acuan inti yaitu standar isi,
standar kompetensi lulusan, standar proses dan standar penilaian, sedangkan
acuan lain yang terkait dalam penyusunan KTSP untuk kepala sekolah adalah
standar pengelolaan.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka pemerintah melalui
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan
ku-rikulum nasional bukan lagi bersifat seragam, namun merupakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam proses penyusunannya satuan pendidikan
diberi ruang untuk menyesuaikan kurikulum dengan kondisi sekolah, lingkungan
alam dan sosial ekonomi masysrakat, dan karakteristik pe-serta didik. (1)
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa, dan (3) kurikulum
disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan: (a)
peningkaatan iman dan takwa, (b) pening-katan akhlak mulia, (c) peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat siswa, (d) keragaman potensi daerah dan
lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia
kerja, (g) perkembangan IPTEK dan seni, (h) agama, (i) dinamika perkembangan
global, dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Sebagai pembina sekolah, pengawas satuan pedidikan
tentu harus memahami kebijakan-kebijakan yang terkait dengan KTSP. Lebih dari
itu ia juga harus menguasai setiap proses, tahapan, maupun teknis penyusunan
KTSP. Dengan kemampuan tersebut, maka ia dapat membantu para kepala sekolah dan
guru dalam menyusun KTSP terutama membimbing guru dalam menyusun silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan prinsip-prinsip yang ada
dalam standar nasional pendidikan.
B. Tujuan Supervisi
Klinis dan evaluasi Keterlaksanaan KTSP
Tujuan Supervisi klinis dan keterlaksanaan KTSP di
sekolah secara operasional adalah dapat:
- Melakukan pengamatan dan bimbingan langsung pelaksanaan KTSP
- Mendeteksi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan KTSP
- Membantu upaya pemecahan masalah dalam membimbing guru menyusun silabus setiap mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis berdasarkan standar isi, standar kompetens lulusan, standar proses, standar penilaian dan mengacu pada standar komptensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
- Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di sekolah
BAB II
SUPERVISI PENGEMBANGAN KTSP
A. KONSEP SUPERVISI
Pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai
sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang
terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis,
supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh
Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision”
artinya pengawasan. Supervisi dapat dipahami sebagai “usaha mestimuli,
mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah,
baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih
efektif dalam mewujudkan seluruh fungssi pengajaran”.
Supervisi akademik identik dengan supervisi
pembelajaran bertujuan untuk perbaikan dan perkembangan proses belajar-mengajar
secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki
mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti
luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses
belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru,
pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan
dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik
evaluasi pengajaran, dan sebagainya”. Dengan demikian jelas bahwa tujuan
supervisi akademik adalah untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas
dan pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Supervisi pembelajaran merupakan salah satu tugas
kepala sekolah dan pengawas sekolah, karena guru membutuhkan bantuan secara
langsung dan juga umpan balik untuk peningkatan proses belajar-mengajar di
kelas. Dengan demikian diharapkan bahwa seorang kepala sekolah maupun pengawas
mampu memberikan umpan balik yang tepat setelah menganalisis kegiatan
belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru, dan juga menganalisis interaksi
kemanusiaan yang terjadi di dalam kelas.
Kunci utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
berbasis kompetensi adalah pengetahuan Guru sebagai orang yang membelajarkan
dalam menggunakan metode yang paling tepat untuk meraih tujuan yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik pebelajar. Oleh karena itu ada
6 (enam) faktor yang harus dipertimbangkan dalam menen-tukan metode
pembelajaran, yaitu: pebelajar (siapa pebelajarnya?) isi (apa isi
yang diajarkan: fakta, konsep, prinsip, dsb?) tujuan (pengetahuan,
sikap, perilaku?) lingkungan belajar (di kelas, laboratorium,
perpustakaan, lapangan?) Guru (siapa Gurunya?) sumber belajar
(buku, video, komputer, teman sebaya?). Untuk mencapai kualitas pembelajaran
tersebut dibutuhkan bantuan supervisor yang mengetahui persis tentang
kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran yaitu melalui
supervisi klinis.
Dengan demikian, supervisi pembelajaran adalah proses
bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan
proses belajar-mengajar agar lebih baik. Menurut Waller supervisi klinis adalah
supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus
yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual
yang intensif terhadap proses pembelajaran yang sebenarnya dengan tujuan
modifikasi yang rasional. Sedangkan menurut Keith Acheson dan Meredith D’ Gall
mendefinisikan bahwa “Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil
jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang
ideal”.
Prosedur pelaksanaan supervisi pembelajaran lebih
ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam
proses belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung diusahakan bagaimana cara
memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut (Purwanto, 1987: 90). Mengutip
kesimpulan John J. Bolla, ia menegaskan bahwa “supervisi klinis adalah suatu
proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional
guru/calon guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan
analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan
tingkah laku mengajar tersebut” (Purwanto,1987: 91). Dengan demikian,
supervisi pembelajaran adalah proses bantuan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar-mengajar agar lebih baik.
Menurut Waller supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap proses pembelajaran
yang sebenarnya dengan tujuan modifikasi yang rasional. Berkaitan dengan
supervisi pembelajaran, perlu diperhatikan prinsip-prinsip dalam
menjalankan supervisi, yaitu:
- Bimbingan kepada guru dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
- Hubungan supervisor dengan pelaksana program pembelajaran (guru) bersifat kolegial dan interaktif.
- Supervisi bersifat demokratik; kedua belah mengemukan pendapat secara bebas, tetapi keduanya berkewajiban mengkaji pendapat pihak lain untuk mencapai kesepakatan.
- Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
- Dalam pelaksaan supervisi, masing-masing pihak harus mengutamakan tugas dan tanggung jawabnya.
- Balikan diberikan dengan segera dan objektif dan balikan tersebut harus bermanfaat untuk peningkatan pelaksanaan program pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Pada prinsipnya supervisi pembelajaran di berbagai
jenjang dan jenis satuan pendidikan tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya
terletak pada materi kurikulum, sedangkan prosedur, teknik, dan instrumennya
bisa menggunakan format yang sama. Perbedaan materi kurikulum, yaitu pada aspek
disiplin dan kompetensi mengharuskan pelaksanaan supervisi memperhatikan
kewenangan akademis setiap supervisornya. Apalagi terkait dengan perkembangan
model kurikulum yang setiap kali berubah dan saat ini mengacu pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan model KTSP tersebut menuntut
seorang supervisor memahaminya dengan baik sebelum melakukan supervisi
pembelajaran di kelas.
Berbagai hal yang perlu dipahami dengan baik oleh
supervisor bidang studi /rumpun mata pelajaran di setiap jenjang dan jenis
satuan pendidikan (misalnya: SD, SMP, SMA, SMK), yaitu: (1) konsep dasar,
tujuan, dan karakteristik KTSP; (2) format dan kompetensi dalam KTSP; (3)
pengembangan silabus dalam KTSP; (4) penyusunan RPP dalam KTSP; dan (5)
pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi dalam KTSP.
B. Komponen Isi Kurikulum
Kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam
keseluruhan kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Dalam pengembangan kurikulum
tingkat satuan pendidikan akan menyangkut banyak faktor, mempertimbang-kan
isu-isu mengenai kurikulum, siapa yang dilibatkan, bagimana prosesnya, apa
tujuannya, dan kepada siapa kurikulum itu ditujukan. Pada umumnya pa-ra ahli
kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum itu merupa-kan suatu proses
yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus dari bebera-pa komponen. Ralph W.
Tyler (1975) dalam buku kecilnya yang sangat ter-kenal dan konsep-konsepnya
masih dipakai sampai sekarang, menyajikan empat langkah pengembangan (Four-Step
Model) dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab
dalam mengembangkan suatu kurikulum, yaitu :
- a. What educational purposes should the school seek to attain?
- b. What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes ?
- c. How can these educational experiences be effectively organized ?
- d. How can we determine wether these purposes are being attained ?
Pertanyaan pertama pada hakikatnya merupakan arah dari
suatu program atau tujuan kurikulum, pertanyaan kedua berkenaan dengan
isi/konten yang harus diberikan untuk mencapai tujuan, pertanyaan ketiga
berkenaan dengan strategi pelaksanaan, dan pertanyaan keempat berkenaan dengan
penilaian (evaluasi) pencapaian tujuan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi
kom-ponen utama yang harus dipenuhi dalam suatu kegiatan pengembangan
kuri-kulum di sekolah. Komponen-komponen itu tidaklah berdiri sendiri, tetapi
saling pengaruh mempengaruhi, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan
membentuk suatu sistem (system).
Dalam kaitannya dengan komponen isi kurikulum tingkat
satuan pendidikan, dalam panduan penyusunan telah ditetapkan sistematikanya,
yaitu mencakup: (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur
dan muatan kurikulum, dan (3) kalender pendidikan.
Komponen tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
dirumuskan de-ngan mengacu kepada tujuan umum pendidikan, yaitu meletakkan
dasar dan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta ke-terampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan ini peran
tujuan sangatlah menentukan. Ivor K. Davies (dalam Hamid Hasan, 1990)
menyata-kan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas
ma-nusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demiki-an
suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan
dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang fi-nal. Tujuan
memberikan pegangan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan
merupakan patokan untuk mengetahui sampai di mana tujuan itu telah dicapai (S.
Nasution, 1987). Tujuan memegang peranan pen-ting, akan mewarnai keseluruhan
komponen-komponen lainnya dan akan me-ngarahkan semua kegiatan mengajar (Nana
Syaodih, 1988). Tujuan kurikuum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan
para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang
ingin dikembangkan (Hamid Hasan, 1990). Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk
yang jelas pula terhadap pemilihan isi/konten, strategi dan media
pembelajar-an, dan evaluasi, bahkan dalam berbagai model pengembangan
kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, patokan dalam menentukan
komponen-komponen yang lainnya.
Komponen struktur dan muatan kurikulum memuat
penjelasan-penjelas-an yang rinci berkaitan dengan mata pelajaran, muatan
lokal, kegiatan pengem-bangan diri, pengaturan beban belajar, ketuntasan
belajar, kenaikan kelas dan kelulusan, penjurusan, pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan berbasis ke-unggulan lokal dan global (penjelasan secara rinci
mengenai komponen ini dapat dilihat dalam buku panduan penyusunan KTSP yang
diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan). Sedangkan komponen
terakhir yaitu kalender pendidikan yang disusun oleh masing-masing satuan
pendidikan di-sesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender
pendidikan sebagai-mana yang dimuat dalam Standar Isi.
C. PENGEMBANGAN KTSP
Dalam pengkajian teori pengembangan kurikulum,
terdapat empat tahapan pengembangan kurikulum yang dapat ditempuh, yaitu mulai
dari tahap makro, tahap institusi, tahap mata pelajaran, dan tahap program
pembelajar-an. Pada tahap makro, pengembangan kurikulum dikaji dalam lingkup
nasio-nal, baik untuk pendidikan sekolah maupun luar sekolah, baik secara
vertikal maupun horizontal dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Se-cara vertikal berkaitan dengan kontinuitas atau kesinambungan pengembang-an
kurikulum dalam berbagai tingkatan (hierarkhi) institusi pendidikan (seko-lah),
sedangkan secara horizontal berkaitan dengan pengembangan kurikulum pada
tingkatan pendidikan yang sama/setara sekalipun jenis pendidikannya berbeda.
Pada tahap institusi, kegiatan pengembangan kurikulum dilakukan di setiap
lembaga pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK). Aspek-aspek yang
dikembangkan pada tahap ini di antaranya: visi dan misi sekolah, tujuan
sekolah, mata pelajaran-mata pelajaran yang akan dipelajari sesuai dengan
tujuan, dan fasilitas yang dibutuhkan termasuk media dan alat pembelajaran.
Pada tahap mata pelajaran, pengembangan kurikulum
diwujudkan dalam bentuk silabus pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran
yang dikembangkan pada masing-masing satuan pendidikan, dan silabus
pembela-jaran tersebut oleh guru selanjutnya dijabarkan menjadi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau program yang akan dilaksanakan pada periode
belajar tertentu. Dalam periode waktu tersebut diharapkan para siswa dapat
me-nguasai satu kesatuan kompetensi baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan
tertentu. Isi program tersebut adalah apa yang ada dalam silabus pembelajaran
pada suatu mata pelajaran, kemudian dilakukan pengaturan-pe-ngaturan yang
melengkapinya sehingga program tersebut membentuk suatu program kerja selama
satu semester lengkap dengan penentuan alokasi waktu yang dibutuhkan serta
kapan dilaksanakannya. Tahap program pembelajaran merupakan tahap pengembangan
kurikulum secara mikro pada level kelas, di mana tugas pengembangan menjadi
tanggung jawab sepenuhnya seorang guru. Dengan berpedoman pada silabus
pembelajaran kemudian guru menjabar-kannya dalam bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran (dulu dikenal dengan nama satuan pelajaran) untuk satu atau
beberapa kali pertemuan tatap muka di kelas.
Dalam proses pengembangan kurikulum, tentu saja banyak
pihak yang turut terlibat atau berpartisipasi. Hal ini disebabkan karena begitu
besar dan sangat strategisnya peranan dari kurikulum itu sendiri sebagai salah
satu alat utama dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Apabila dikaji secara
sek-sama, sebenarnya harus banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan
ku-rikulum itu, di antaranya para administrator pendidikan, ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli psikologi, ahli bidang ilmu pengetahuan, para guru,
orangtua siswa, tokoh-tokoh masyarakat dan pihak-pihak lainnya dalam porsi
kegiatan yang berbeda-beda. Dari sekian banyak pihak yang terlibat, maka yang
secara terus menerus terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum yaitu para
administrator pendidikan, pada ahli pendidikan dan kurikulum, dan tentu saja
para guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah.
Para administrator pendidikan biasanya terdiri atas
pejabat-pejabat yang relevan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dari
mulai tingkat pusat sampai daerah bahkan sampai tingkat kecamatan dan sekolah.
Di tingkat pusat, lembaga yang secara khusus mengkaji dan menjadi dapurnya
pe-ngembangan kurikulum nasional yaitu Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas dan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Keterlibatan para adminis-trator di
tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum yaitu menyusun da-sar-dasar hukum,
kerangka dasar kurikulum, serta standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Kerjasama dengan para ahli pendidikan dan ahli bidang studi dari perguruan
tinggi yang relevan dilakukan untuk meminta masukan-masukan dan memantapkan
kerangka dasar kurikulum tersebut. Atas dasar itu, para administrator di daerah
(dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota) sampai kepala sekolah
mengembangkan kurikulum sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah. Para kepala sekolah sebagai administrator pendidikan yang berada pada
level paling bawah (seko-lah) memiliki wewenang dalam membuat operasionalisasi
pelaksanaan kuri-kulum di sekolah masing-masing. Para kepala sekolah sebagai
administrator pendidikan inilah sebenarnya yang secara terus-menerus terlibat
dalam pe-ngembangan dan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh
perkembangan konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
pengembangan ku-rikulum satuan pendidikan membutuhkan bantuan pemikiran para
ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang studi/disiplin ilmu. Para
ahli pen-didikan dan ahli kurikulum memberikan alternatif konsep pendidikan dan
model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntutan
masyarakat serta perkembangan ilmu dan teknologi. Pengembangan kuriku-lum bukan
hanya sekedar memilih dan menyusun bahan pelajaran dan meto-de mengajar, tetapi
menyangkut penentuan arah dan orientasi pendidikan, pe-milihan sistem dan model
kurikulum, serta berbagai perangkat dan pedoman penjabaran dan implementasi
dari model-model tersebut. Keterlibatan para ahli pendidikan dan kurikulum
terutama sangat dibutuhkan dalam pengem-bangan kurikulum baik pada tingkat
pusat maupun daerah. Apalagi dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang
menuntut adanya otonomi pendidikan dan otonomi sekolah, maka keterlibatan para
ahli pendidikan dan kurikulum sangat diperlukan, sebab apa yang telah
digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para
pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah. Pengembangan kurikulum juga
membutuhkan keterli-batan para ahli bidang studi/disiplin ilmu yang memiliki
wawasan tentang pendidikan dan perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan
mereka da-lam memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan
perkem-bangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat
diha-rapkan keterlibatannya dalam menyusun materi ajar dalam sekuens yang
se-suai dengan struktur keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk
mempelajarinya.
Kunci keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
kurikulum pada hakikatnya ada di tangan para guru. Sekalipun tidak semua guru
dilibatkan dalam pengembangan pada tingkat pusat/nasional, namun dia adalah
perencanaan, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun para
guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru yang
me-nerjemahkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
BSNP, dia yang mengolah dan meramu kembali untuk disajikan di dalam kelas. Guru
berada di garis depan dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan,
oleh karena itu guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan
kurikulum. Hasil-hasil penilaian guru akan sangat membantu dalam menentukan
hambatan-hambatan dalam implementasi kurikulum. Sebagai pelaksana kurikulum,
guru harus mampu menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang memungkinkan para
siswa dapat menyerap isi kurikulum dengan sempurna. Guru tidak hanya berperan
sebagai pengajar di kelas yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan (bahan
pelajaran) ke-pada siswa, dengan lebih banyak menggunakan metode
penuturan/ceramah. Peranan guru seperti ini dalam kondisi sekarang nampaknya
sudah tidak rele-van lagi dengan tuntutan kurikulum, oleh karena itu perlu
dikurangi frekuensinya. Sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan ilmu
pendidik-an serta ditambah lagi dengan adanya kebijakan otonomi pendidikan dan
oto-nomi sekolah, maka akan semakin banyak peranan dan keterlibatan guru dalam
mengimplementasikan kurikulum yang memungkinkan terjadinya proses
belajar pada diri siswa.
Sekolah atau satuan pendidikan adalah lembaga
masyarakat yang mem-persiapkan siswa agar mampu hidup dalam masyarakat itu.
Sebagai bagian dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat di mana sekolah itu berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan
kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Untuk
mencapai hal tersebut, sangat diperlukan keterlibatan pihak masyarakat da-lam
menentukan arah pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keterlibatan
masyarakat dalam hal ini bisa saja berwujud pemberian bantuan dalam pelaksanaan
kurikulum atau memberikan saran-saran, usul, pendapat mengenai
keperluan-keperluan yang paling mendesak untuk dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum sekolah, sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah
di masyarakat tempat mereka hidup. Orang tua siswa, seba-gai bagian tak
terpisahkan dari masyarakat, diharapkan sangat berperan atau terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pengembang-an kurikulum. Keterlibatan
orangtua bisa dalam kegiatan penyusunan kuriku-lum dan pelaksanaan kurikulum.
Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orangtua dapat ikut serta, hanya
terbatas kepada beberapa orang-tua yang memiliki cukup waktu dan mempunyai
latar belakang yang mema-dai. Keterlibatan orangtua lebih besar dalam kegiatan
pelaksanaan kurikulum. Dalam hal ini diperlukan adanya kerja sama yang saling
menguntungkan an-tara guru, sekolah dan para orangtua. Sebagian besar waktu
belajar siswa yang dituntut kurikulum ada di luar sekolah, di antaranya
dilaksanakan di rumah, dengan demikian sewajarnya apabila orangtua turut
mengikuti dan mengama-ti kegiatan belajar anaknya di rumah.
KTSP sebagai suatu paradigma baru tentu masih banyak
fenomena yang bervariasi di sana-sini. Bahkan sosok utuhnya sebagai sebuah
model masih dalam perkembangan. Dengan kata lain masih sulit diidentifikasi
karakternya, bahkan parameter keberhasilannya masih sulit juga direkonstruksi.
Kebanyakan orang hanya mengedepankan argumen keunggulannya dan tidak
mempertimbangkan kerumitannya. Oleh sebab itu, untuk mensupervisi pembelajaran
yang mengimplementasi paradigma baru tersebut, seorang supervisor perlu
memiliki pengalaman yang cukup tentang KTSP.
Sekolah sesuai dengan kedudukannya dalam pelaksanaan
KTSP bertugas melakukan:
1. Penyusunan : Tahapan penyusunan KTSP adalah :
- Melakukan analisis konteks yaitu identifikasi SI, SKL, Standar Proses, dan Standar Penilaian, analisis kondisi satuan pendidikan (peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program), analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar (asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya).
- Membentuk Tim penyusun KTSP terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota, dengan melibatkan komite sekolah, nara sumber, serta pihak lain yang terkait.
- Menyusun dokumen KTSP. Penyusunan dokumen KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah yang diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru, dalam bentuk rapat kerja dan/atau lokakarya. Tahap kegiatan penyusunan dokumen KTSP secara garis besar meliputi: penyiapan dan penyusunan draf, review dan revisi, serta finalisasi, pemantapan dan penilaian. Penyusunan dokumen KTSP juga merupakan kegiatan program rutin tahunan yang dilaksanakan secara periodik dalam siklus tahun pelajaran, sehingga dokumen yang disusun sesuai dengan karakteristik peserta didik, situasi dan kondisi sekolah (baik internal maupun eksternal) dalam tahun pelajaran yang terkait.
- Pengesahan
- Dokumen KTSP SMA dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Contoh Lembar Pengesahan terlampir.
2. Pelaksanaan
Sekolah melaksanakan kegiatan pembelajaran mengacu
pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen KTSP.
3. Evaluasi
Sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan KTSP maka
keterlaksanaannya baik dari segi proses maupun hasil perlu dievaluasi berkala
secara internal sekolah. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk penyusunan
dokumen KTSP tahun berikutnya.
Sebagai salah satu bentuk alternatif yang dapat
ditempuh oleh pihak pe-ngelola sekolah dalam penyusunan KTSP ini bisa dengan
menggunakan sis-tematika yang memuat bagian-bagian sebagai berikut:
- Pendahuluan, diantaranya meliputi uraian mengenai latar belakang atau dasar penyusunan KTSP; tujuan pengembangan KTSP, serta prinsip pe- ngembangan KTSP yang sesuai dengan karakteristik sekolah masing-ma- sing.
- Tujuan pendidikan, di antaranya meliputi uraian mengenai tujuan pendi-dikan (disesuaikan jenjang satuan pendidikan), visi dan misi sekolah, ser-ta tujuan sekolah.
- Struktur dan muatan kurikulum, di antaranya meliputi uraian mengenai struktur kurikulum sekolah dan muatan kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pendidikan keca-kapan hidup, beban belajar, ketuntasan belajar, penjurusan, kenaikan ke-las, dan kelulusan.
- Kalender pendidikan, di antaranya meliputi uraian mengenai permulaan tahun pelajaran, waktu belajar, kegiatan tengan semester, libur sekolah, jadwal kegiatan, dsb.
- Lampiran-lampiran, berupa silabus pada masing-masing mata pelajaran dan beberapa contoh rancana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Hal-hal yang esensial yang perlu diperhatikan dan
dikembangkan oleh sekolah dalam tahap penyusunan KTSP adalah melaksanakan:
- Analisis Konteks
- Penyusunan KTSP mengacu pada panduan yang telah disusun oleh BSNP
- Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran
- Pengembangan silabus secara mandiri, jika ada contoh silabus hanya sebagai referensi
- Pengembangan indikator untuk penilaian berbasis kelas
- Penggunaan model-model pembelajaran.
- Menggunakan pola pembelajaran tuntas, remedial dan pengayaan
- Pengembangan bahan ajar
- Pengembangan RPP
- Pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
- Pengembangan Muatan Lokal.
Beberapa model sistematika isi dokumen KTSP dapat
diadopsi atau diadaptasi sesuai karakter dan profil sekolah. Berikut
salah satu contoh sistematika isi dokumen KTSP:
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar Belakang/Rasionalisasi
- Landasan
- Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas
- Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
BAB
II STRUKTUR DAN
MUATAN KURIKULUM
- Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
- Kelompok Mata Pelajaran
- Struktur Kurikulum ………..(diisi jenis satuan pendidikan yang sesuai)
- Muatan Kurikulum
- Mata Pelajaran
- Muatan Lokal
- Kegiatan Pengembangan Diri
- Beban Belajar
- Ketuntasan Belajar
- Penilaian, Kenaikan Kelas, dan Kelulusan
- Pendidikan Kecakapan Hidup
- Keunggulan Lokal dan Global
- Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
BAB
III KALENDER PENDIDIKAN
BAB
IV ANALISIS DAN PROFIL
SEKOLAH
- Lingkungan Sekolah
- Keadaan Sekolah
- Personel Sekolah
- Tenaga Pendidik
- Tenaga Kependidikan
- Peserta Didik
- Orangtua Peserta Didik
- Kerjasama (Instansi lain yang terkait)
- Prestasi Sekolah
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
- Silabus
- Program Pengembangan Diri
- SK Tim Penyusun
D. Supervisi Klinis dan Evaluasi Keterlaksanaan KTSP
Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa tujuan supervisi
pembelajaran berkaitan dengan pengembangan KTSP adalah untuk meningkatkan
keterampilan mengajar guru secara profesional melalui praktek dan pelaksanaan
silabus dan RPP. Oleh karena itu kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam
melaksanakan supervisi pembelajaran harus menjadi fasilitator, mediator,
planner, dan observer. Kepala sekolah (dan atau pengawas, termasuk pengawas
mata pelajaran/rumpun mata pelajaran) dituntut menentukan, memahami, menghayati,
dan menjabarkan tujuan supervisi klinis secara jelas, applicable (dapat
dilaksanakan), observable (dapat diobservasi), dan measurable
(dapat diukur).
Tujuan khusus dari supervisi klinis ádalah:
- Mendiagnosis secara cepat dan tepat tentang masalah-masalah yang terjadi.
- Membantu para guru dalam mengembangkan profesionalismenya.
- Menumbuh-kembangkan sikap positif, dinamis, dan kritis guru terhadap profesionalismenya.
- Untuk memperoleh umpan balik tentang kemampuan/kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya.
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh supervisor
harus sistematis dan pragmatis:
1) Tahap pertemuan pendahuluan (planning
conference):
a. Saling mengerti
yang mendalam (mutually understanding),
b. Suasana akrab
(intimizad),
c. Menumbuhkan
rasa saling percaya,
d. Tentukan
jenis yang akan dikontrol,
e.
Pergunakan instrumen yang tepat,
2) Tahap pengamatan (observation
classroom):
a. Guru
melaksanakan komponen-komponen yang dikontrol,
b. Supervisor melakukan
observasi,
3.) Tahap pertemuan balikan (feed
back conference):
a. Supervisor
melakukan analisis pendahuluan,
b. Supervisor bertanya
tentang perasaan dan kesan umum kepada guru ketika diamati,
c. Mereview target
yang telah disepakati,
d. Supervisor
menunjukkan data hasil supervisi,
e. Bersama-sama
menafsirkan data yang ditunjukkan supervisor,
f.
Bersama-sama menyimpulkan data,
g. Bersama-sama
berusaha memperbaiki hal-hal yang perlu ditingkatkan,
h. Kepala Sekolah
(supervisor) memberikan’ motivasi dan rekomendasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar